KARAWANG_- suaraindonesiatv.com.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menyatakan sikap untuk para kepala desa dan aparatur sipil negara di lingkungan Pemerintah Daerah kabupaten Karawang, jangan ‘genit’ pada momentum Pilkada Serentak Tahun 2024.
“Kami dari Bawaslu Karawang tengah menangani sejumlah dugaan pelanggaran netralitas ASN (aparatur sipil negara) dan kepala desa pada pilkada,” kata Ketua Bawaslu Karawang Engkus Kusnadi, di Karawang, Senin.(7/10/2024).
“Genit” yang dimaksud Engkus Kusnadi adalah sikap dan perilaku yang mencoba-coba terlibat memberikan pengaruh dan dukungan atas calon kepala daerah tertentu sehingga berpotensi melanggar ketentuan netralitas ASN dan kepala desa.
Di antara dugaan pelanggaran netralitas ASN yang sedang ditangani Bawaslu Karawang ialah terkait dengan dugaan keterlibatan kepala desa yang ikut berpolitik praktis.
Selain itu, Bawaslu Karawang juga sedang mendalami kaitan ASN di lingkungan Pemkab Karawang yang diduga ikut berpolitik praktis pada momentum pilkada serentak tahun ini.
Dugaan pelanggaran netralitas ASN tersebut ditangani Bawaslu Karawang setelah menerima laporan dari sejumlah kelompok masyarakat.
Kusnadi memastikan akan memproses setiap laporan masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran pada setiap tahapan pemilu, termasuk berkaitan dengan netralitas ASN.
Ia mengimbau agar masyarakat ikut berpartisipasi aktif dalam melakukan pengawasan, yakni dengan melapor secara langsung ke Bawaslu atau Panwascam jika menemukan indikasi pelanggaran.
“Jika ada dugaan-dugaan pelanggaran, silakan saja laporkan. Pasti akan kami proses laporannya,” kata dia.
Ia juga mengimbau agar para kepala desa dan aparatur sipil negara di lingkungan Pemerintah Kabupaten Karawang tidak ‘genit’, dengan tampil dan ikut serta berpolitik praktis pada momentum pilkada tahun ini
:Sumber: antaranewsjabar
•Regulasi Netralitas Kepala
Desa dan Kegiatan Sosialisasi:
Berdasarkan Pasal 34 UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun.
2014 tentang Desa (UU Desa), proses pemilihan kepala desa dilakukan melalui penjaringan dan penyaringan berdasarkan persyaratan, dimana dalam pencalonan kepala desa tidak diusulkan oleh parpol. Oleh karena itu, kedudukan kepala desa harus netral, artinya tidak dipengaruhi pihak mana pun dan tidak memihak kepada kepentingan siapa pun.
Netralitas kepala desa diperkuat dalam Pasal 70 dan Pasal 71 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada), yang mengatur larangan kepala desa terlibat dalam kampanye dan membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon (paslon) kepala daerah.
Ketentuan netralitas kepala desa juga terdapat dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota (PKPU 8/2024).
Dalam Pasal 7 disebutkan kepala desa tidak dapat memberikan dukungan kepada calon kepala daerah dari jalur perseorangan.
Dalam perjalanannya PKPU 8/2024 diubah dengan PKPU 10/2024.
Ada pun PKPU 10/2024 ini diterbitkan setelah Komisi II DPR RI menyetujui Rancangan Perubahan PKPU 8/2014.
substansi netralitas
kepala desa dalam UU Pilkada.
Materi pokok sosialisasi adalah Pasal
70 angka 1 huruf c bahwa calonm dilarang melibatkan kepala desa mdalam kampanye, dan Pasal 71 ayat (1) bahwa kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon. Selain itu, Bawaslu menyosialisasikan Pasal 29 UU Desa yang mengatur larangan kepala desa
menjadi pengurus parpol dan terlibat
berdasarkan Pasal 30 ayat (1) UU Desa. Jika sanksi administratif tersebut tidak dilaksanakan, maka kepala desa dikenakan sanksi pemberhentian sementara bahkan
pemberhentian secara permanen berdasarkan Pasal 30 ayat (2) UU
Desa.