Kabar Bangsa, seputar Hukum – suaraindonesiatv.com.nasional | Selasa 29 Juli 2025.
Kebijakan terbaru terkait pembekuan rekening bank yang dianggap tidak aktif selama kurun waktu 3 hingga 12 bulan menuai sorotan tajam dari sejumlah kalangan.
Praktisi hukum nasional, Mila Ayu Dewata Sari S,E S,H, menyampaikan kritik keras terhadap aturan ini yang dinilai tidak adil dan berpotensi mencederai kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan.
Praktisi hukum Mila Ayu Dewata Sari menyikapi keras kebijakan yang baru-baru ini tengah dihadapi publik dan sejumlah masyarakat yakni terkait pembekuan rekening bank yang tidak aktif selama 3 hingga atau 12 bulan.
Menurutnya, kebijakan tersebut terkesan sangat berlebihan dan justru malah berpotensi merugikan masyarakat kecil yang tidak bersalah.
“Aturan ini seharusnya diarahkan pada rekening yang terbukti digunakan untuk tindak kejahatan, bukan malah menyasar seluruh masyarakat yang tidak tahu apa-apa,” tegas Mila dalam keterangannya kepada FEM Indonesia, Jakarta, Senin (29/7/2025).
Mila Ayu mengacu pada Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), yang menurutnya sudah jelas mengatur bahwa rekening yang bisa dibekukan adalah milik pelaku kejahatan, bukan masyarakat umum.
“Misalnya, para pelaku judi online yang sampai saat ini saja tidak kunjung diberantas. Mereka itu biang keroknya, bukan rakyat kecil,” lanjutnya.
Mila menambahkan bahwa banyak masyarakat menggunakan rekening bank bukan untuk transaksi harian, melainkan sebagai tempat menabung seperti untuk biaya haji, sekolah anak, hingga membeli rumah. Menurutnya, menganggap rekening pasif sebagai potensi kejahatan adalah pendekatan yang keliru.
“Sekarang PPATK bilang rekening bisa diaktifkan lagi dan uang tetap utuh. Tapi bagaimana dengan repotnya masyarakat? Mereka harus datang ke bank, antre, buang waktu, tenaga, dan pikiran. Setelah itu, rekening baru aktif 20 hari kerja bahkan bisa lebih,” ungkapnya heran.
Ia menyoroti pula bahwa regulasi seperti ini justru menyulitkan masyarakat kecil yang bergantung pada tabungannya untuk kebutuhan sehari-hari, pengobatan, bahkan untuk bertahan hidup.
“Coba bayangkan, bagaimana jika orang tua di pelosok yang cuma mengandalkan rekening itu untuk menerima kiriman dari anaknya di rantau? Mana bisa mereka aktif menggunakan rekening, apalagi mayoritas mereka tidak paham teknologi?” ucap Mila.
Lebih lanjut, Mila menilai menilai sosialisasi kebijakan ini belum tentu menjangkau masyarakat desa yang minim informasi dan akses teknologi. Hal ini membuktikan bahwa menabung di bank tidak lagi terasa aman.
“Harapan saya, Undang-Undang ini bisa dikaji ulang. Kalau ada dugaan kejahatan, ya pelakunya yang ditindak, bukan rakyat kecil yang dikorbankan. Gembongnya dong yang ditangkap!” tandasnya.
Ia menambahkan lagi ini” Harus dikaji ulang karena pemblokiran ini sudah merugikan masyarakat kecil.Yang seharusnya di blokir adalah rekening yang digunakan oleh para pelaku tindak pidana TPPU, Koruptor dan lain-lain bukan masyarakat umum yang tidak melalukan kesalahan apapun” tambahnya lagi sembari bertanya kepada yang memiliki kebijakan tersebut.?