SNNU Apresiasi Kepada TNI-AL” Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama Pertanyakan Sertipikat Pemagaran Misterius” Ada Apa Dibalik Pemagaran Laut ini,,?

Share

Rakyat Bersuarasuaraindonesiatv.com.
Nama Kholid seorang nelayan viral di media sosial dalam beberapa hari terakhir. Dia menjadi perbincangan di tengah-tengah perdebatan mengenai keberadaan pagar laut sepanjang 30 kilometer di Tangerang.
Keberadaan pagar laut menuai pro dan kontra. Pemerintah sudah menyatakan keberadaanya ilegal.

Namun demikian, siapa pembuatannya masih misteri,Kholid, nelayan asal Serang Banten begitu keras menolak pembangunan pagar laut. Dia dengan lantang menyatakan hal itu saat diundang di acara Indonesia Lawyer Club (ILC).

Kholid dalam acara tersebut menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pagar laut yang membentang dari Tangerang hingga sebagian wilayah Bekasi. Sebab, keberadaannya sangat merugikan nelayan.

Dia mengaku sempat mendapat ancaman agar berhenti mengurusi masalah yang ada di Tangerang. Namun menurutnya, ini bukan hanya menjadi urusan warga sekitar wilayah yang tertancap pagar laut, melainkan juga semua nelayan.

“Dirinya lantas mengungkapkan isi sebuah buku berjudul Logika Penjajah karya Yai Midi. “Padahal kalau menurut saya sebagai nelayan harusnya mempunyai pandangan tidak boleh persial, Nah ciri-ciri penjajah itu yang mempunyai pandangan persial,Sampai tingkatannya kita tidak boleh nolongin tetangga kita yang sedang kelaparan atau tetangga kita yang sedang dijajah,” kata Kang Kholid dalam suatu wawancaranya Di Indonesia lawyer Club, dan seketika sontak di tepuki tangan oleh sang pembawa acara.

Mila Ayu Dewata Sari, Seorang Advokat wanita yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua LBH Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU) Menyampaikan atas keprihatinan nya yakni, adanya pemagaran laut di tangerang yang kini menjadi perbincangan semua orang.

Pemagaran laut ini sangat unik, begitu luasnya pemagaran hingga 30.Kilometer namun para pejabat terkait tiba tiba menjadi rabun seolah pagar seluas itu hanya sebesar debu, semua saling tunjuk hidung dan melempar tanggung jawab” menurutnya mila ayu dewata sari.

Seharusnya para pejabat yang berwenang malu atas kejadian ini, lagi-lagi para nelayan yang selama ini kondisi ekonominya selalu diperingkat paling bawah menjadi korban atas keserakahan sang oligarki, Tapi ketika pemilu suara para nelayan ini di elu-elukan untuk mendapatkan suara pemilih terbanyak. Semua janji hanya tinggal janji lalu dimana sila ke lima “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia’?” tegasnya mila ayu selaku wakil ketua LBH Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama itu.

Seperti yang sudah diberitakan oleh seluruh Awak media bahwa ada kekuasan besar yang berada dibalik pemagaran laut ini dan pemagaran laut ini seperti yang kita ketahui bersama terjadi juga di laut bekasi dsb.

Bayangkan proses pembongkaran ini bukan hal yang sulit dan tidak butuh waktu lama, tapi kenapa baru bisa di bongkar setelah kasus ini viral?

Sudahlah, tidak perlu mengkambing hitamkan oknum nelayan yang ber’statment bahwa pemagaran itu adalah swadaya masyarakat. Para nelayan saja menjerit hingga selama bertahun-tahun karena kesulitan membeli bahan bakar dan beras untuk keluarganya, mana mungkin justru merelakan uang yang seharusnya bisa dipakai untuk makan keluarga malah dibelikan bambu yang harganya juga tergolong sangat mahal” ujarnya.

Saya selaku wakil ketua LBH Serikat Nelayan memberikan Apresiasi setinggi tingginya kepada segenap jajaran TNI-AL yang sudah melalukan pembongkaran pagar laut dan berpihak kepada rakyat kecil, Semoga kejadian ini tidak terjadi dikemudian hari di wilayah lainnya, Jangan biarkan para Oligarki terus semena-mena terhadap rakyat kecil dan tidak ada lagi para pejabat pemerintahan yang betbelok membela para oligarki” pungkasnya.

“Sementara itu menurutnya Roberto Sihotang menambahkan Bahwa Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 itu sudah sangat jelas dari isinya, mengatakan bahwa Negara menguasai Bumi, Air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk terwujudnya kemakmuran bagi rakyat” ujarnya Roberto Sihotang.

Garis pantai misterius yang ada di Tangerang sepanjang 30,16.KM tersebut, ternyata menurut BPN sudah ada 263 bidang tanah yang sudah di sertipikatkan, bahkan ada yang sudah berstatus SHM (dimiliki oleh orang Pribadi).

Timbul pertanyaan, bagaimana sertipikat itu bisa muncul sementara kita ketahui bersama Pantai maupun laut disekitarnya adalah milik Negara? Apa dasar hukum bisa diterbitkannya Sertipikat tersebut? Ini menjadi pertanyaan serius bagi kami para Kuasa Hukum Nelayan yang tergabung dalam Serikat Nelayan Nahdatul Ulama (SNNU), karena ini menyangkut hajat hidup Nelayan yang mencari nafkah diseputar wilayah tersebut” Tuturnya Roberto Sihotang saat mempertanyakan mengenai timbulnya sertifikat tersebut.

Jika memang benar ternyata sertipikat- sertifikat tersebut nyata adanya sebagai bukti kepemilikan atas garis pantai misterius tersebut, maka tentu dikhawatirkan seluruh garis pantai di Indonesia bisa dimiliki oleh orang pribadi/subjek hukum tertentu” tanya nya Roberto Sihotang dengan nada kritis.

Lalu bagaimana nanti Nelayan akan mencari Nafkahnya di perairan Indonesia, jika saat akan berlayar dan berlabuh apakah harus permisi dulu dengan yang punya tanah? “ Pungkasnya Roberto Sihotang”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!